Baca & Simax Baek2
Dialog Injil - Alquran
Terlalu sering orang-orang Kristen
mendengar pengkritik melontar
ucapan-ucapan tidak intelek dan
tanpa bukti: “Alkitabmu telah
kalian ubah“, “Alkitabmu
korup“. Kini secara fair, akankah
pengkritik berhati lapang untuk
mendapati bahwa ucapan yang
sama boleh jadi akan tertuding balik
kepada mereka? Baik! Kita berdialog
dan bukan bermonolog.
Sekalipun manuskrip asli Perjanjian
Baru tidak kita miliki, namun seperti
yang telah diperlihatkan kita
memiliki amat banyak salinan-
salinan asli versi-versi terjemahan,
dan kutipan-kutipan tekstual yang
sangat tua, yang kesemuanya
diturunkan atau diterjemahkan
dari satu sumber ajaran doktrinal
yang sama. Tuduhan bahwa isi
Perjanjian Baru ada berbagai versi,
jelas hanyalah karena pemahaman
yang salah, atau memang
kesengajaan untuk melantangkan
ucapan yang merendahkan.
Sebab isi Perjanjian Baru selalu satu,
dengan berbagai versi terjemahan.
Dalam bahasa Inggris, ada versi The
King James, The New King James,
The American Standart, Revised
Standart, dan lain-lain. Dalam
bahasa Indonesia, ada terjemahan
lama, terjemahan baru, bahasa
sehari-hari dan seterusnya (sama
halnya dengan Quran yang juga
diterjemahkan dalam banyak versi).
Namun semuanya ini
hanyalah terjemahan yang tetap
sesuai dengan salinan asli Perjanjian
Baru bahasa Yunani dan Perjanjian
Lama Ibrani yang telah terpelihara
jauh sebelum kedatangan Islam.
Penyalin-penyalin di zaman dulu
telah mempertaruhkan jiwanya dan
raganya untuk melakukan
penyalinan yang benar atas
kebenaran Firman Tuhan (ancaman
terhadap raganya didekritkan oleh
penguasa-penguasa Romawi yang
anti Kristus, dan ancaman jiwa
dipertaruhkan atas kutukan Tuhan
bagi siapa-siapa yang berani
memalsukan ayat-ayatNya).
Itu sebabnya walau ada sejumlah
ayat-ayat Alkitab yang sepintas
tampaknya sebagai tidak pas dan
sulit dicernakan, namun ayat-ayat
tersebut itupun tetap dibiarkan
berdiri tegar dalam keaslian
salinannya. Mereka tidak pernah
mengambil tindakan seperti yang
diambil oleh Khalifah Utsman yang
meresmikan satu mushaf Quran
Utsmani sambil memerintahkan
memusnahkan himpunan naskah-
naskah lainnya yang justru
merupakan naskah-naskah
primer. (Dr. Niftrik & Dr.
Boland, Dogmatika Masa Kini, hal
281).
“Utsman mengirim kepada setiap
propinsi satu Kitab yang telah
mereka salin, dan memerintahkan
agar semua naskah-naskah Al Quran
yang lain, apakah dalam bentuk
yang terbagi-bagi, atau yang
lengkap, harus dibakar” (Hadis
Shahih Bukhari, VI, Hal 476).
Perintah pemusnahan oleh Utsman
ini terjadi setelahteam panitia Zaid
(bersama 3 orang lainnya yang
ditunjuk oleh Utsman) berhasil
menyusun ulang naskah-naskah
Quran dalam satu standar baru
yang disebutMushaf Utsmani demi
menggantikan “koleksi naskah
Abu bakar/Hafsah” dan semua
koleksi naskah Quran atau lepasan-
lepasannya yang ada sebelumnya.
Perlu Kritis
Disinilah pembaca perlu kritis
bertanya ada apa dibalik perintah
pemusnahan terhadap naskah-
naskah primer yang begitu penting
itu yang seharusnya justru
diamankan sebagai bukti sejarah
dan bukti keotentikan?
Periksalah dengan cermat berbagai
informasi asli dari hadis dan Sirat
dan lain-lain tulisan (yang jarang
ditampilkan) dan jangan otomatis
menerima begitu saja tulisan-tulisan
dari satu pihak (yang sering
disodorkan).
Kita tahu bahwa Quran hingga
meninggalnya Muhammad,
merupakan ayat-ayat yang masih
direferensikan secara oral.
Berlawanan dengan apa yang
sering diasumsikan bahwa diakhir
hidup Muhammad semua ayat-ayat
sudah tertulis seolah-olah sudah
lengkap, tertib, terurut dan dihafal
teratur dalam bimbingan
Muhammad, namun fakta-fakta
mendasar berbicara lain daripada
asumsi umum.
Ada satu tokoh penting yang
tampak-tampaknya “tidak begitu
setuju” dengan asumsi orang-
orang tentang telah
tersusunnya ketertiban urutan,
kepersisan, dan kelengkapan ayat-
ayat tersebut. Orang itu tak lain tak
bukan adalah Zaid bin Tsabit, juru
tulis utama dari Muhammad sendiri.
Walau dirinya juga penghafal dan
pencatat ayat-ayat, namun ia toh
merasa begitu tidak yakin ketika
dimintai oleh Khalifah Abu Bakar
untuk mengumpulkan Quran dan
menyusunnya secara urut, tertib,
utuh dan benar. Hal ini bisa
dimengerti mengingat terdapat
begitu banyak lepasan-lepasan ayat
yang “direkam” sendiri-sendiri
pada daun, batu, tulang, pelepah,
kulit, kayu dan ingatan-ingatan di
otak diantara tiap individu-individu
yang berbeda.
Kerisauan zaid yang amat sangat ini
tentu harus diartikan bahwa ayat-
ayat yang ada masih sangat
“berserakan” dan sama sekali
tidak mudah dihimpun dalam aturan
“pewahyuan langsung” yang
tidak mentolerir kesalahan yang
terkecil sekalipun! Itu sebabnya Zaid
menjawab permintaan Abu bakar
dengan kata-kata yang
mencerminkan luar biasa berat
tugas tersebut:
“Demi Allah! Ini adalah pekerjaan
yang berat bagiku. Seandainya aku
diperintahkan untuk memindahkan
sebuah bukit, maka hal itu tidaklah
lebih berat bagiku daripada
mengumpulkan Al Quran yang
engkau perintahkan itu” (Al Quran
Dan Terjemahannya,Departemen
Agama RI, Muqaddimah, hal 23)
Hanya dengan bujukan dan
permintaan yang kuat dari
pemimpin pemerintahan, maka
akhirnya Zaid menerima tugas
raksasa ini. Akhirnya ia berhasil
menghimpun naskah Quran dalam
lembaran-lembaran tertulis untuk
pertama kalinya dalam tahun 12 H.
Lembaran-lembaran “naskah Abu
Bakar” inilah yang dianggap
lengkap dan resmi sepanjang 2
Khalifah pertama.
Dan seterusnya ia disimpan oleh
Hafsah (puteri Umar dan istri
Muhammad), hingga digantikan
oleh Mushaf Utsman di tahun 26 h,
sejak dekrit Utsman dikeluarkan
untuk memusnahkan semua
naskah-naskah Quran yang lain.
Tetapi disamping koleksi naskah
Abu Bakar/Hafsah ini, terdapat pula
koleksi-koleksi tertulis lainnya yang
berwibawa seperti koleksi
naskah Ali bin thalib, jugaUbai bin
Ka’b dan Ibn Mas’ud. Mereka
adalah tokoh dan sahabat-sahabat
Muhammad yang paling dekat yang
adalah saksi-saksi mata dan telinga
dari segala apa yang diucapkan
Muhammad. Mereka sendiri-sendiri
menyusun koleksi ayat-ayat seperti
apa yang mereka dengar dari
Muhammad, diingat, dicatat,
ataupun disalin diantaranya dari
pemilik ayat lainnya. (TQTB, hal
110).
Dengan dekrit Utsman, maka koleksi
Ali dan Ubai segera termusnah.
Namun koleksi Abu Bakar/
Hafsahbelum bisa dibakar pada
waktu itu karena Utsman sendiri
masih terikat dengan sumpahnya
untuk mengembalikannya kepada
Hafsah setelah dipinjamnya dalam
rangka standarisasi naskah oleh
panitia Zaid. Dari kutipan Kitab Al-
Masahif oleh Ibn Abi Dawud (isnad
Salim bin Abdulla), Dr. Campbell
menulis sebagai berikut:
“Setelah Utsman
meninggal, Marwan yang gebernur
Medina itupun mengirim utusan
kepada Hafsah untuk menuntut
pemusnahan koleksi ini. Hafsah
menolak dan mempertahankannya
hingga akhir hayatnya. Namun
Marwan begitu bernafsu untuk
mendapatkannya, sehingga ketika
Hafsah meninggal, sebegitu selesai
melayati penguburannya,
Marwanpun segera mengirim
utusan untuk mendapatkan koleksi
Abu Bakar itu Akhirnya kakak
Hafsah (Abdullah bin Umar)
mengirimkannya juga kepada
Marwan, dan musnahlah koleksi
naskah yang paling primer ini
dibawah perintah Marwan.”
Lalu bagaimana dengan koleksi
naskah Ibn Mas’ud?
Walau perintah pemusnahan telah
dikirim oleh Utsman kepada Ibn
Mas’ud di Irak namun Mas’ud –
seperti halnya Hafsah – menolak
untuk membakar naskahnya (walau
akhirnya hilang di masa Ijtihad
(TQTB, hal 118,121). Kenapa berani
menolak?
*). Hadis Shahih Bukhari V, hal 96,97
dan Hadis Shahih Muslim IV, hal
1313 dimana nama Ibn Mas’ud
disebut paling pertama oleh
Muhammad diantara 4 orang yang
pantas mengajar mengaji Quran:
“Belajarlah mengaji Quran dari 4
orang: dari Abdullah bin Mas’ud,
Salim – budak Abu Hudaifa yang
telah dibebaskan, Mu’ad bin
Jabal’, dan Ubai bin Ka’b”
Tentu saja karena ia merasa
naskahnyalah yang paling
berwibawa. Dan hal ini tidak bisa
dikatakan salah karena tradisi
memang mengatakan kepada kita
bahwa diantara pengikut-pengikut
Muhammad maka Ibn Mas’ud-lah
yang dianggap Muhammad
mempunyai otoritas terbaik
mengenai teks dan mengaji Al
Quran.*).
Ibn Mas’ud –lah yang termasuk
salah satu dari guru-guru mengaji
yang paling awal. Dia pulalah yang
menjadi saksi mata yang hadir atas
2 peperangan penting bersama
Muhammad, yaitu perang Badar dan
Uhud. Ia juga yang
mendemonstrasikan mampu
mengaji hingga lebih dari 70 Surat
dalam suatu acara khusus yang juga
dihadiri Muhammad, dan tidak ada
seorangpun dari yang hadir disitu
yang menyalahkan pengajiannya
(Hadis Shahih Muslim IV, hal 1312).
Dan koleksi naskah Ibn Mas’ud
yang dianggap berotoritas itu
ternyata berbeda teks dengan
naskah-naskah lainnya, termasuk
berbeda dengan naskah Abu Bakar/
Hafsah (John Gilchrist, The Textual
History of the Quran and the Bible,
Villach, Light of Life, 1988, hal 18).
Dalam perselisihan
mempertahankan keabsahan
naskah masing-masing, tradisi
mencatat bahwa antara sesama
Muslim (tentara-tentara Irak yang
pro koleksi Ibn Mas’ud dan
tentara-tentara Syria yang pro
koleksi Ubai) sampai saling
menuduh pihak yang lainnya
sebagai tidak beriman. (TQTB, hal
111).Tuduhan “kafir” ini
tentunya tidak akan diberikan
bilamana perbedaan-perbedaan
naskah diantara pihak-pihak yang
berselisih itu hanyalah marginal dan
tidak dianggap sebagai serius.
Arthur Jefferey, seorang arkeolog
terkemuka Eropa menulis buku
berjudul “Materials for the History
of the Text of the Quran“, dimana
ia menyingkapkan semua
perbedaan teks naskah primer
Quran sebelumdistandarisasi oleh
Utsman.
Jefferey memaparkan bahwa
perbedaan bacaan bukanlah
semata-mata dalam masalah ejaan
atau dialek (seperti yang sering
diperdengarkan oleh orang-orang
Muslim) melainkan menyangkut
pula anak kalimat, atau bahkan
kalimat penuh sehingga Jefferey
menyimpulkan “amat jelas bahwa
teks Mushaf yang dikanonisasi oleh
Utsman hanyalah salah satu dari
banyak teks tandingan. (N.L. Geisler
& Abdul Saleeb,Answering Islam,
Michigan, backer books, 192)
Mengejutkan bahwa ditemukan
begitu banyak teks koleks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar